Allah memberikan kesempatan manusia untuk hidup di dunia dengan berbagi proses. Bahkan pada proses tersebut, tiap manusia memiliki fase-fase yang berbeda. Tidak semata-mata memberikan takdir, Allah juga memberikan akal kepada manusia agar dapat digunakan untuk mengolah pemikiran-pemikiran dan kemudian menimbulkan keputusan yang berkaitan dengan kehidupan manusia tersebut.
Sebelum memutuskan sesuatu, idealnya kita memiliki pertimbangan-pertimbangan matang agar ke depan tidak ada penyesalan yang timbul karena keputusan tidak tepat yang telah diambil. Mengenai proses pengambilan keputusan ini, Islam memberikan tuntunannya. Imam Nawawi melalui kitab hadits arba’in menuliskan bahwa pada hadits arba’in kesebelas dijelaskan mengenai proses pengambilan keputusan manusia.
عَنْ أَبِيْ مُحَمَّدٍالْحَسَنُ بْنُ عَلِي بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ سِبْطِ ﷺ وَرَيْحَانَتِهِ رَضِيَ الله عَنْهُمَا قَالَ: حَفِظْتُ مِنْ ﷺ؛ دَعْ مَايَرِيْبُكَ إِلَى مَا لَايَرِيْبُكَ – رواه التر مذي وقال: حديث حسن صحيح
Dari Abu Muhammad al-Hasan Ibn Ali Ibn Abu Thalib r.a., cucu Rasulullah dan kesayangannya, berkata, “Aku hafal salah satu sabda Rasulullah: ‘Tinggalkan apa yang meragukanmu dan kerjakan yang tidak meragukanmu’.
(HR.Tirmidzi dan Nasa’i)
Ibnu Hajar al-Haitami berkata bahwa hadis ini adalah bagian dari kaidah penting dalam Islam. Selain itu, dapat juga menjadi dasar dari sifat wara’ yang merupakan pondasi ketakwaan, dan penyelamat dari keraguan yang menghalangi keyakinan. Pada dasarnya, hadis di atas menganjurkan agar kita meninggalkan hal yang tidak sepenuhnya kita yakini. Manfaat jika kita memerhatikan dan mengamalkannya adalah untuk menghindari segala hal syubhat atau hal yang tidak jelas dasar dan kebenarannya.
Saat kita memilih untuk melakukan hal yang meragukan atau syubhat, pasti akan ada hal yang merugikan kita. Hati tentu tidak akan tenang karena hal yang sedang dilakukan tidak memiliki kejelasan, bahkan dikhawatirkan dapat melakukan hal yang sebenarnya haram tetapi belum diketahui. Abu Dzar al-Ghifari r.a. berkata bahwa ketakwaan yang sempurna ada saat kita meninggalkan sebagian hal yang halal karena khawatir jika hal tersebut ternyata haram.
Rasulullah juga bersabda tentang pentingnya ketenangan hati dalam melaksanakan sesuatu:
دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيبُكَ فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِينَةٌ وَإِنَّ الْكَذِبَ رِيبَةٌ
Tinggalkan apa yang meragukanmu dan kerjakan apa yang tidak meragukanmu. Karena sesungguhnya kejujuran mendatangkan ketenangan dan sesungguhnya kebohongan mendatangkan kegelisahan.
(HR. Tirmidzi)
Penting bagi seorang muslim untuk tidak menjadi seorang peragu, dalam artian dianjurkan untuk melakukan hal-hal yang diyakini saja dan sesuai dengan perintah Allah. Dalam sebuah ayat Allah pun berfirman:
الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلَا تَكُنْ مِنَ الْمُمْتَرِينَ
Perkara yang benar adalah yang datang dari Tuhan-mu. Maka jangan sekali-kali engkau menjadi dari orang-orang yang ragu-ragu.
(QS. Ali Imran: 60)