Dalam kehidupan, kita tidak akan lepas dari yang namanya aturan. Hidup di lingkungan sosial, ada aturan. Belajar di sekolah, ada aturan. Bahkan di sistem kehidupan terkecil yang bernama keluarga pun ada aturan. Maka jika ada yang hidupnya tidak ingin ada aturan, solusinya sederhana. Berhentilah hidup di dunia alias kematian.

Nasihat ini benar adanya. Bahkan jawaban “ingin hidup tanpa aturan” pun adalah aturan yang dia buat sendiri bukan?

Bicara tentang aturan, maka sebagai Muslim pun kita punya aturan. Secara hukum syariat ada 5 hukum menjadi panduan sederhana bagi kita.

Wajib

Apabila dikerjakan mendapat pahala, sedangkan jika ditinggalkan mendapat dosa. Contohnya adalah rukun Islam: syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji bagi yang mampu.

Sunnah

Apabila dikerjakan mendapat pahala, sedangkan jika ditinggalkan tidak apa-apa. Contohnya shalat sunnah seperti duha, tahajud, witir dan shalat sunnah lainnya.

Mubah

Apabila dikerjakan tidak apa-apa, sedangkan jika ditinggalkan pun tidak apa-apa. Bersifat netral. Contohnya adalah makan, minum, bermain dan hal lainnya yang sesuai batasan.

Makruh

Apabila dikerjakan tidak apa-apa, sedangkan jika ditinggalkan mendapat pahala. Contohnya: bekam saat puasa.

Haram

Apabila dikerjakan mendapat dosa, sedangkan jika ditinggalkan mendapat pahala. Contohnya: mencuri, berzina, berbohong dan masih banyak lainnya.

5 hukum syariat ini mungkin sudah Anda ketahui dan mudah untuk ditemukan di berbagai referensi lainnya. Kali ini penulis akan memberikan perpspetif tambahan tentang syariat.

Dalam menutut ilmu, tidak jarang ada perdebatan kecil berupa, “untuk apa belajar ilmu dunia, toh nggak bermanfaat juga untuk akhirat.”

Nasihat ini memiliki kekeliruan yang apabila dibiarkan begitu saja akan menjadi blunder bagi umat. Kenapa?

Kalimat “tidak penting belajar ilmu dunia” bisa jadi hadir karena porsi yang tidak sebanding atau keliru dalam prosesnya. Contoh porsi yang tidak sebanding adalah siswa di sekolah belajar agama hanya 2 jam dalam sepekan. Bagaimana bisa menjadi manusia yang bertaqwa dan berkahlak dengan ilmu agama yang begitu minim?

Contoh proses yang keliru adalah saat belajar asa usul manusia. Di pelajaran sejarah disebutkan bahwa manusia berasal dari kera, sedangkan di pelajaran agama disebutkan bahwa asal usul manusia adalah Nabi Adam. Maka ketika siswa bertanya kepada guru sejarah bahwa manusia asal usulnya adalah Nabi Adam, tidak jarang guru sejarah malah menjawab “kali ini kita belajar sejarah, bukan manusia.” Siswa pun jadi bingung.

Kalaulah kekeliruan seperti ini tidak diluruskan, maka wajar saja kalimat tadi selalu menjadi pembenaran. Padahal nyatanya, tidak ada yang namanya ilmu dunia atau ilmu akhirat jika kita memahami Islam secara utuh. Belajar fisika misalkan, apakah benar tidak ada unsur akhiratnya dan bermanfaat untuk umat?

Ustadz Akmal Sjafril pernah berpesan,

Belajar ilmu syariat membuat praktik ibadah kita benar. Belajar ilmu sains membuat ibadah kita menjadi nikmat.

Orang yang hanya membaca ayat di Al-Quran bahwa Allah menciptakan langit dan bumi dengan orang yang belajar, benar-benar belajar proses penciptaan langit dan bumi, pasti beda pemaknaannya. Nah, itulah fungsi ilmu yang seharusnya. Membuat kita semakin kenal dengan Sang Pencipta.

Share This

Share This

Share this post with your friends!