Perempuan baligh memiliki posisi tersendiri dalam Islam. Baligh berarti telah dianggap dewasa dan bertanggungjawab pada ibadah-ibadah yang dilakukan. Perempuan baligh dalam Islam juga akan menemui waktunya haid, proses keluarnya darah dari vagina yang terjadi diakibatkan siklus bulanan alami pada tubuh wanita. Siklus ini merupakan proses organ reproduksi wanita untuk bersiap jika terjadi kehamilan. Akibat keluarnya darah haid, perempuan baligh memiliki ketentuan tersendiri dalam ibadahnya. Ada beberapa ibadah yang biasanya wajib dikerjakan, justru berubah menjadi tidak boleh dikerjakan ketika haid. Darah haid merupakan hadas besar, sehingga ketika seseorang telah selesai masa haid-nya, maka ia wajib melakukan mandi wajib untuk bersuci.
Salat
Pada perempuan yang sedang mengalami haid, salat wajib maupun sunnah adalah ibadah yang tidak boleh dilaksanakan. Tak hanya itu, perempuan yang sedang haid juga tak perlu mengganti salat selama periode haid, kecuali jika waktu mulai dan berakhirnya haid telah masuk pada waktu salat.
Rujukannya adalah hadis yang diriwayatkan Mu’dzah bahwa ada seorang wanita bertanya kepada Aisyah:
“Apakah kami perlu mengqada salat kami ketika suci?” Aisyah menjawab “Apakah engkau seorang Haruriah?” Dahulu kami mengalami haid di masa Nabi masih hidup, namun beliau tidak memerintahkan kami untuk mengqadanya. Atau Aisyah berkata, “Kami pun tidak mengqadanya,”
(H.R. Bukhari)
Puasa
Berbeda dengan salat, puasa wajib (pada bulan Ramadan) yang ditinggalkan karena haid harus diganti (qadla). Dalam rukun puasa ramadhan, haidh dan nifas adalah salah satu yang bisa membatalkan puasa, dan merubah kewajiban puasa menjadi suatu yang haram dilaksanakan oleh wanita yang mengalaminya.
“Hadist Muadzah bertanya kepada Aisyah RA, ‘Kenapa gerangan wanita yang haid mengqadha’ puasa dan tidak mengqadha’ shalat?’ Maka Aisyah menjawab, ‘Apakah kamu dari golongan Haruriyah? ‘ Aku menjawab, ‘Aku bukan Haruriyah, akan tetapi aku hanya bertanya.’ Dia menjawab, ‘Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha’ shalat’”
(HR. Muslim)
Berhubungan Suami Istri
Dalam sebuah hadist pun disampaikan bahwa:
“Barangsiapa yang menyetubuhi wanita haid atau menyetubuhi wanita di duburnya, maka ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
(HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Dalam hadits lain disebutkan bahwa bercumbu dengan wanita haidh tidak masalah selagi tidak terjadi proses di kemaluan.
“Lakukanlah segala sesuatu (terhadap wanita haid) selain jima’ “
(HR. Muslim)
Firman Allah dalam Surah Al-Baqarah: 222,
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, “Haid itu kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita pada waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.”
Selain secara agama, berhubungan suami istri juga tidak dianjurkan secara kesehatan karena pembuahan yang terjadi pada sel telur yang meluruh dapat menimbulkan penyakit pada wanita.
Ibadah-ibadah tadi adalah yang tak diperbolehkan untuk dilakukan ketika seorang wanita sedang haid. Walau begitu, perempuan yang sedang haid dapat melakukan amalan-amalan baik lainnya.