Salah satu karakteristik para tabiin saat mempelajari ilmu adalah bagaimana mereka lebih dulu mempelajari adab dibandingkan dengan mempelajari ilmu tertentu. Karakteristik ini merupakan salah satu karakteristik tabiin yang diceritakan oleh Muhammad bin Sirin dalam kitab al-khatib al-Baghdadi, al-Jami’ li Akhlaq ar-Raqi.
Karakteristik tersebut juga disebutkan oleh banyak ulama dalam berbagai riwayat. Berikut ini adalah beberapa di antaranya:
1. Memprioritaskan belajar adab dibandingkan ilmu
Saat seorang tabiin ingin mempelajari suatu ilmu, maka ia akan lebih mempelajari adabnya terlebih dahulu. Bahkan, sebelum seseorang menuliskan suatu hadits, maka ia akan mempelajari adab dulu, kemudian Ibadah, dan baru menulis hadits. Masa belajar adab dan ibadah ini bisa dilalui hingga dua puluh tahun.
Selain itu, Ibn Mubarak juga mengatakan bahwa Makhlad bin al-Husain pernah mengatakan bahwa para tabiin membutuhkan lebih banyak adab dibandingkan dengan banyaknya hadits. Selain itu, dikatakan juga bahwa orang yang meremehkan adab akan disiksa dengan kekurangan amalan Sunnah. Yang meremehkan amalan Sunnah akan disiksa dengan kekurangan amalan fardhu. Sedangkan yang meremehkan amalan fardhu akan disiksa dengan kekurangan makrifat.
2. Mengamati dan mempelajari adab lebih banyak dari pada ilmu
Salah satu ulama yang bernama Ibnu Wahab, yang juga merupakan murid dari Imam Malik pernah mengatakan bahwa para murid Imam Malik lebih banyak mempelajari adab dari Imam Malik dibandingkan dengan ilmunya.
Hal ini karena para ulama di masa tabiin belajar dari guru bukan hanya dari apa yang mereka pelajari di forum saja. Lebih dari itu, mereka juga mempelajari bagaimana perilaku guru mereka dan juga adab – adab yang dilakukan oleh gurunya. Karena itu, mereka bisa mendapatkan pengajaran adab lebih banyak dibandingkan pengajaran ilmu secara tekstualnya.
3. Membersamai para ulama
Saat para tabiin mempelajari ilmu dari seorang guru atau ulama, maka mereka akan selalu membersamai ulama tersebut dalam waktu yang lama. Cara ini merupakan cara terbaik untuk mendapatkan adab dan ilmu.
Hal ini juga dilakukan oleh Abu Hurairah, orang yang meriwayatkan banyak hadits Nabi SAW. Beliau selalu membersamai Rasulullah dan membuat Abu Hurairah bisa memiliki banyak hadits dari Nabi SAW. Setelah itu, Nu’aim al-Mujimar menjadi murid Abu Hurairah, Nu’aim pun membersamai Abu Hurairah kurang lebih selama 20 tahun.
Selain itu, ada juga Tsabit al-Bunani yang membersamai Imam Anas bin Malik kurang lebih selama 40 tahun. Ada juga Nafi’ bin Abdillah yang membersamai Imam Malik selama 35 tahun atau 40 tahun. Kemudian Hamid bin Yahya al-Balkhi yang menghabiskan umurnya untuk membersamaii Sufyan bin Uyainah.
Hal ini dilakukan agar seorang murid bukan hanya mendapatkan ilmu dari ulama atau gurunya saja. Tapi juga melihat bagaimana ibadah, adab, perilaku, dan berbagai hal lain yang dimiliki oleh ulama tersebut. Sehingga mereka bisa mendapatkan lebih banyak pengajaran tentang adab dibandingkan dengan ilmunya.
Itulah bagaimana para tabiin belajar adab dari para sahabat atau ulama. Selain mempelajari adab dan ilmu, pada dasarnya para tabiin juga mengharapkan keberkahan dari membersamai ulama tersebut. Selain itu, menghormati ulama juga merupakan contoh dari perkara Sunnah. Karena itu, para tabiin memiliki penghormatan yang tinggi kepada para gurunya karena telah mengajarkan ilmu dana dab kepada mereka.
Dari sini, kita bisa belajar dan mengikuti bagaimana adab dan akhlak para tabiin dalam menghormati para ulama.