Islam merupakan agama yang menyeluruh. Sejalan dengan hal ini, ada banyak aturan dan hukum yang ditetapkan Allah untuk hamba-Nya. Aturan dan hukum tersebut ada sebagai pedoman agar seorang muslim tidak salah jalan. Kemudian, hukum dan aturan ini disampaikan melalui Al Quran dan hadits lewat perantara Rasulullah.

Karena itulah, Al Quran dan hadits juga disebut sebagai sumber dan dasar agama Islam. Dari kedua sumber tersebut, para ulama pun mengembangkan hukum Islam dan mencari jawaban atas permasalahan masyarakat Islam. Khususnya yang berkaitan dengan bidang muamalah. Untuk memudahkan para ulama, maka lahirlah konsep yang disebut sebagai Maqashid Syariah.

Konsep dan Pengertian Maqashid Syariah

Konsep ini dikemukakan oleh seorang ulama bernama Asy-Syatibi. Konsep tersebut diambil dari salah satu kaidah yang mengatakan,

“Sesungguhnya syariah bertujuan untuk mewujudkan kemashlahatan dunia dan akhirat”.

Secara bahasa, kata maqashid sendiri berasal dari kata maqshad yang berarti tujuan atau target. Berangkat dari arti tersebut, beberapa ulama memiliki pengertian atau definisi mengenai maqashid syariah yang berbeda. Al-Fasi misalnya, menurutnya, maqashid syariah merupakan tujuan atau rahasia Allah yang ada dalam setiap hukum syariat.

Sedangkan ar-Risuni berpendapat bahwa maqashid syariah adalah tujuan yang ingin dicapai oleh syariat agar kemashlahatan manusia bisa terwujud. Secara umum, maqashid syariah memiliki tujuan untuk kebaikan atau kemashlahatan umat manusia. Tujuan ini sejalan dengan tujuan dari hukum Allah yaitu kebaikan.

Kemashlahatan yang dimaksud dalam hal ini mencakup segala hal dalam kehidupan manusia. Termasuk di dalamnya rezeki manusia, kebutuhan dasar hidup, dan juga kebutuhan lain yang diperlukan manusia. Di dalamnya juga mencakup kualitas emosional, intelektual, dan juga pemahaman atau pengertian yang mutlak.

Bentuk-Bentuk Maqashid Syariah

Menurut imam asy-Syatibi, ada lima bentuk maqashid syariah. Lima bentuk ini disebut juga sebagai lima prinsip umum atau kulliyat al-khamsah. Masing-masing bentuk ini memiliki dua pembagian, yaitu dari segi wujud atau penjagaan dan dari segi ‘adam atau pencegahan. Lima bentuk maqashid syariah ini adalah sebagai berikut:

1. Maqashid syariah untuk melindungi agama

Bentuk maqashid syariah untuk melindungi agama merupakan hak memeluk dan meyakini seseorang boleh dan berhak memeluk agama yang diyakini secara bebas dan tanpa gangguan.

Contoh penjagaannya adalah dengan melaksanakan shalat dan zakat. Sedangkan dari segi pencegahan dilakukan dengan jihad atau hukuman bagi orang-orang yang murtad.

2. Maqashid syariah untuk melindungi jiwa

Bentuk maqashid syariah untuk melindungi jiwa merupakan landasan dan alasan yang menyatakan bahwa seorang manusia tidak boleh disakiti, dilukai, apalagi dibunuh.

Contoh penerapannya adalah dengan makan dan minum. Sedangkan dari segi pencegahan dilakukan dengan cara qisas dan diyat.

3. Maqashid syariah untuk melindungi pikiran

Bentuk maqashid syariah untuk melindungi pikiran atau akal. Berangkat dari hal ini, maka segala hal yang menyebabkan hilangnya akal menjadi tidak boleh. Termasuk di dalamnya mengonsumsi narkoba atau minuman keras. Termasuk dalam hal ini juga adalah kebebasan berpendapat secara aman bagi setiap orang.

Contoh penerapannya dalam bentuk penjagaan dilakukan dengan makan dan mencari makan. Sedangkan dalam bentuk pencegahan dilakukan dengan menegakkan hukum bagi pengonsumsi narkoba.

4. Maqashid syariah untuk melindungi harta

Maqashid syariah untuk melindungi harta menjamin bahwa setiap orang berhak memiliki kekayaan harta benda dan merebutnya dari orang lain merupakan hal yang dilarang. Baik dalam bentuk pencurian, korupsi, dan lain sebagainya.

Contoh penerapan hal ini dilakukan dengan cara melaksanakan jual beli dan mencari rizki. Sedangkan bentuk pencegahan dilakukan dengan hukum potong tangan bagi pencuri dan menghindari riba.

5. Maqashid syariah untuk melindungi keturunan

Maqashid syariah untuk melindungi keturunan membuat maka zina menjadi terlarang karena dapat memberikan dampak negatif. Baik secara biologis, psikologis, ekonomi, sosial, nasab, hukum waris, dan lain sebagainya.

Karena itu, penjagaannya dilakukan dalam bentuk pernikahan, sedangkan bentuk pencegahan dilakukan dengan menegakkan hukum bagi orang yang berzina dan yang menuduh orang lain berzina tanpa adanya bukti.

Share This

Share This

Share this post with your friends!