Rendah hati atau humility (bahasa Arab: tawadhu’) adalah sebuah sikap menyadari keterbatasan kemampuan diri, sehingga seseorang tidak merasa angkuh dan sombong. Apabila pengakuan tawadhu’ tidak lahir dari rasa tinggi hati, berarti ia lemah. Sekiranya kesombongan tidak lenyap dari seseorang kecuali dengan adanya kelemahan dan adanya kelemahan tidak memerlukan pengakuan karena memang telah ada dalam dirinya, maka tawadhu’ yang diakui oleh orang itu jelas tidak dapat menghilangkan adanya kesombongan.
Bersikap rendah hati kepada orang lain merupakan salah satu tuntunan ajaran pokok dalam Islam. Nabi Muhammad bahkan memberi contoh sikap tawadhu dalam menjalani kehidupan bermasyarakat dan berinteraksi sosial. Ketika berinteraksi, Nabi selalu mengedepankan sikap rendah hati kepada siapa pun tanpa memandang status sosial, golongan, dan ras. Sebab hal tersebut merupakan perintah Allah kepada NabiNya. Ada banyak ayat yang membahas tentang perintah Allah agar berlaku rendah hati kepada semua manusia.
Pertama
Perintah untuk lemah lembut kepada orang lain. Jika berlaku angkuh dan keras hati, niscaya mereka (para pengikutnya ) akan berpaling.
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ
Maka berkat rahmat Allah, engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu
(QS Ali Imran: 159)
Kedua
Larangan untuk berlaku sombong dan membanggakan diri.
وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الْأَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولًا
Dan janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan mampu menjulang setinggi gunung
(QS Al-Isra: 37).
Ketiga
Larangan merendahkan orang lain dengan memalingkan wajah.
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri
(QS Luqman: 18)
Syekh Nawawi al-Bantani dalam karyanya Nashaih al-Ibad (nasihat-nasihat kepada para hamba) menjelaskan dengan menukil ungkapan Syekh Abdul Qadir al-Jilani radliyallahu ‘anh sebagaimana berikut:
إذا لقيت أحدا من الناس رأيت الفضل له عليك وتقول عسى أن يكون عند الله خيرا مني وأرفع درجة،
Jika kamu bertemu salah seorang, maka pandanglah bahwa dia memiliki keutamaan dibandingkan dirimu, dan (tanamkan dalam hatimu) katakan bahwa bisa jadi menurut Allah dia lebih baik dan lebih tinggi derajatnya dibandingkan diri sendiri.
فإن كان صغيرا قلت هذا لم يعص الله وأنا قد عصيت فلا شك أنه خير مني،
Jika melihat orang yang lebih muda, maka katakan bahwa dia tidak (belum) melakukan dosa kepada Allah, sementara saya telah melakukan dosa kepada-Nya, maka tidak dapat dibantah lagi bahwa dia lebih baik daripada saya.
وإن كان كبيرا قلت هذا قد عبد الله قبلي،
Jika melihat orang yang lebih tua (umurnya) maka katakan bahwa dia telah lebih dulu beribadah kepada Allah dibandingkan saya.
وإن كان عالما قلت هذا أعطى ما لم أبلغ ونال ما لم أنل وعلم ما جهلت وهو يعمل بعلمه،
Jika melihat orang alim, maka katakan bahwa dia telah berkonstribusi dengan ilmunya sedang saya belum mampu melakukannya dan dia mendapatkan apa yang belum saya capai dan mengetahui apa yang tidak saya ketahui dan dia mengamalkan ilmunya.
وإن كان جاهلا قلت هذا عصى الله بجهل وأنا قد عصيته بعلم ولا أدري بم يختم لي أو بم يختم له،
Jika melihat orang bodoh, maka katakan bahwa dia melakukan dosa kepada Allah karena kebodohannya sementara saya melakukan dosa dalam keadaan sadar, saya tidak tahu bagaimana kelak saya berakhir atau bagaimana dia berakhir?
وإن كان كافرا قلت لا أدري عسى أن يسلم فيختم له بخير العمل وعسى أن أكفر فيختم لي بسوء العمل.
Jika melihat orang kafir, maka katakan saya tidak tahu barangkali ia masuk Islam dan berakhir dengan amal yang baik dan barangkali saya jadi kafir dan berakhir dengan amal yang buruk.