Islam merupakan agama yang bukan hanya mengatur masalah peribadatan saja. Akan tetapi, ajaran Islam juga mencakup berbagai aspek kehidupan manusia. Berbagai tuntunan dalam Islam bisa Anda temukan melalui Al-Quran maupun hadits. Dan untuk memperkuat pemahaman mengenai hal tersebut, Anda bisa mempelajarinya dari guru ataupun para ulama – ulama Islam.

Salah satu syariat agama Islam adalah meninggalkan segala sesuatu yang meragukan. Perintah mengenai hal ini bisa Anda temukan dalam hadits kesebelas dalam hadits Arbain karya Imam Nawawi. Hadits tersebut berbunyi:

Dari Abu Muhammad Hasan bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah SAW dan kesayangannnya radhiyallahu anhuma, ia berkata,

Aku hafal (sebuah hadits) dari Rasulullah SAW: “Tinggalkan yang meragukanmu lalu ambillah yang tidak meragukanmu.
(HR Tirmidzi, An-Nasa’i. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan dan shahih)

Ada beberapa hikmah yang bisa diambil dari hadits ini, beberapa di antaranya adalah:

1. Tinggalkan yang Meragukan

Hadits ini mengajarkan bahwa sudah menjadi kewajaran bahwa kadang kala manusia bisa merasa ragu. Akan tetapi, atas setiap keraguan pasti ada rasa yakin di baliknya. Karena itu, pada saat rasa ragu muncul, akan lebih baik jika keraguan tersebut ditinggalkan dan hanya mengambil atau melakukan sesuatu yang diyakini saja.

Meninggalkan sesuatu yang meragukan juga termasuk bagian dari meninggalkan syubhat dan mengambil yang halal. Karena syubhat adalah setiap hal yang membuat seseorang merasa ragu atas status kehalalannya. Sedangkan yang halal adalah setiap hal yang membuat seseorang merasa tenang saat melakukannya.

2. Keyakinan Melahirkan Ketenangan

Saat seseorangan merasa ragu, maka dirinya akan diliputi dengan kecemasan dan rasa khawatir. Mengambil sesuatu yang diyakinin akan membuat perasaan menjadi lebih tenang dan nyaman. Hal ini bisa diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan yang dialami oleh seorang muslim.

Ketika dihadapkan pada dua pilihan, maka mengambil pilihan yang lebih menenangkan adalah lebih utama. Hal ini juga menunjukkan bahwa Islam menghendaki kemudahan pada umatnya.

3. Ada Banyak Hal yang Tidak Meragukan

Sebagian ulama berpendapat bahwa termasuk meninggalkan sesuatu yang meragukan adalah menghindari perdebatan dan perselisihan. Apalagi jika hal yang diperselisihkan masih belum jelas manfaatnya. Sedangkan dampak dari perselisihan itu pasti dan jelas.

Para sahabat terdahulu seperti Umar, Ibnu Umar, abu Darda, dan Ibnu Mas’ud juga menganggap bahwa meninggalkan yang meragukan juga lebih utama. Karena seringkali orang – orang focus terhadap satu hal yang meragukan, dan malah mengabaikan ribuan alternative lain yang tidak meragukan.

4. Kaidah Fikih: Yakin Tidak Bisa Dikalahkan dengan Keraguan

Salah satu kaidah fikih yang berkaitan dengan meninggalkan yang meragukan adalah kaidah fikih bahwa yakin tidak bisa dikalahkan dengan keraguan. Artinya, jika seseorang bingung akan suatu hal dan ragu akan suatu hal, maka ia bisa kembali kepada apa yang ia yakini.

Sebagai permisalan, jika seseorang berada dalam keadaan suci dan ragu apakah dia sudah hadats/batal atau belum, maka ia dianggap masih ada dalam keadaan suci. Sedangkan jika seseorang bangun di shubuh hari dalam keadaan ragu apakah ia sudah bersuci atau belum, maka ia dianggap ada dalam keadaan hadats dan harus bersuci terlebih dahulu.

Begitu pula saat seseorang berada pada sore hari dalam keadaan puasa, dan ragu apakah sudah masuk waktu berbuka atau belum. Maka yang lebih kuat adalah orang tersebut harus menunggu hingga ia yakin bahwa waktu berbuka telah masuk dan ia bisa berbuka puasa. Jika ia berbuka dalam keadaan ragu, maka puasanya dianggap telah batal.

Share This

Share This

Share this post with your friends!